Menjadi Orang Tua
Pahami Difteri, Bekal Kesehatan di Masa Depan
31 Jan 2018
Pahami Difteri, Bekal Kesehatan di Masa Depan
31 Jan 2018

Mengutip data dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes),  hingga November 2017, terdapat 591 laporan kasus Difteri dari 95 kabupaten dan kota yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari respons atas merebaknya kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) ini, Pemerintah gencar melakukan kampanye imunisasi. 

Cari tahu fakta-fakta tentang Difteri bersama kami berikut ini:.

  1. Difteri bukan penyakit baru

Penyakit ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Wabahnya pertama kali tercatat dalam sejarah modern di Spanyol tahun 1613. Namun karena perkembangan teknologi medis dan vaksinasi, difteri bisa dikendalikan. Indonesia bahkan dinyatakan bebas difteri pada tahun 1990-an (Kemenkes, 2017). 

Namun Difteri kembali ditemukan pada tahun 2013 dan merebak di tahun 2017. Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini dapat hidup di beberapa orang tanpa menunjukkan gejala. Oleh karena itu, ia dinamakan tipe Typhoid Mary, yakni kondisi di mana seseorang tidak sadar sudah memiliki bibit bakteri tersebut. Difteri bisa menular lewat percikan ludah, kontak langsung, dan udara.

  1. Kenali gejala awal difteri

Gejala awal difteri meliputi sakit tenggorokan, demam dengan suhu lebih dari 38oC, dan kurang nafsu makan karena sakit waktu menelan. Biasanya diikuti juga dengan timbulnya lapisan pada hidung, pembengkakan leher karena pembengkakan kelenjar di tenggorokan (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi.

  1. Difteri menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di tahun 2017

Di Indonesia, pengidap difteri tahun 2017 tidak anak-anak saja, tetapi juga orang dewasa. Dalam catatan Kementerian Kesehatan, korban difteri paling muda berumur 3,5 tahun dan paling tua 45 tahun. Dalam keterangannya, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menyatakan bahwa wabah difteri tahun ini dimasukkan dalam kategori KLB. Selain memiliki risiko tingkat kematian yang tinggi dan penularannya pun sangat cepat, adanya kesenjangan imunitas di kalangan penduduk suatu daerah juga menjadi penyebab KLB Difteri.

  1. Difteri bisa dicegah dengan vaksinasi

Vaksin bekerja dengan cara membantu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali toksin. Di Indonesia, vaksin difteri diberikan sebanyak lima kali, mulai saat bayi berusia 2 bulan hingga usia 6 tahun. Orang dewasa disarankan melakukan vaksinasi difteri ulang setiap 10 tahun sekali. Mulai 11 Desember lalu, Kemenkes telah melakukan imunisasi ulang di beberapa Provinsi di Indonesia dan bebas biaya.—

  1. Lokasi mendaptkan vaksin difteri

Dalam ilmu kekebalan tubuh, dikenal isilah kekebalan kelompok (herd immunity). Secara sederhana, lingkungan yang mayoritas penduduknya diimunisasi akan menjadi ‘benteng’ bagi kelompok masyarakat lain yang tidak menjadi target imunisasi.

Sebagai respon atas penyebaran kasus difteri, Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah melakukan vaksinasi serentak mulai 11 Desember 2017 di tiga propinsi dengan jumlah kasus dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yaitu di  di sejumlah daerah atau ORI Outbreak Response Immunization, namun program ini baru akan dilakukan di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Untuk vaksinasi gratis, Anda bisa melakukannya di Puskesmas di tiga provinsi tersebut. Anda juga bisa menghubungi dokter anak Anda atau rumah sakit terdekat untuk informasi tentang vaksinasi dengan biaya berkisar antara Rp100-200 ribu.

  1. Langkah penanganan dan pencegahan difteri di masa depan

Difteri dapat disembuhkan apabila Anda melakukan langkah-langkah penanganan dengan tepat dan segera. Yang terpenting, bekali diri menggali informasi dari sumber tepercaya. 

Dengan memahami dan aktif mencegah difteri, Anda sudah ikut mempersiapkan bekal kesehatan untuk masa depan buah hati dan generasi Indonesia berikutnya.